Jumat, 25 November 2011

sejarah Al Qur'an

BAB I
SEJARAH AL QUR’AN
Pengertian Al Qur’an
a.       Arti Kata Al Qur’an Dan Apa Yang Di Maksud Dengan Al Qur’an
Qur’an menurut pendapat yang paling kuat yang dikemukakan dr. Subhi Al Shalih berarti “bacaan”, asal kata qara’a. kata Al qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru (dibaca).
Di dalam Al Qur’an tersendiri ada pemakaian kata Qur’an dengan arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17, 18 surat (75) Al Qiyamah :
Artinya : “sesungguhnya mengumpulkan Al  Qur’an (di dalam dadamu)dan menetapkan bacaannya pada llidahmi itu akan tanggungan kami. Karena itu jika kami telah membacakannya hendaklah kamu ikuti bacaanya”
Kemudian dipakai kata Qur’an itu untuk Al Qur’an yang dikenal sampai sekarang. Adapun definisi Al Qur’an adalah : “ kalam Allah swt  yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw dan ditulis dimushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”.
b.      Cara  Al Qur’an Diwahyukan
1.      Malaikat memasukkan wahyu kedalam hatinya.
Dalam hal ini Nabi saw tidak melihat suatu apapun, beliau hanya merasa bahwa itu sudah ada di dalam kalbunya. Nabi mengatakan Ruhul Qudus mewahyukan kedalam kalbuku (As Syuura 51)
2.      Malaikat menampakkan dirinya berupa seorang laki-laki.
Mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar  akan kata-kata itu.
3.      Seperti gemerincing lonceng.
Cara ini yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunya di musim dingin yang amat sangat. Kadang-kadang unta beliau berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu turun ketika beliau mengendarai unta.
4.      Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi dengan rupanya yang asli.
Hal ini tersebut dalam surat An Najam ayat 13/14.
Artinya : “ sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kalli yang lain. Ketika berada di sidratul muntaha”.

c.       Hikmah Diturunkannya Al Qur’an Secara Berangsur-Angsur
Al Qur’an diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun. 13 tahun di Makah dan 10 tahun di Madinah. Mempunyai beberapa hikmah :
1.      Agar mudah dimengerti dan dilaksanakan
2.      Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan mansukh, sesuai dengan kemaslahatan.
3.      Turunya ayat sesuai dengan peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh kepada hati.
4.      Mudah dalam penghafalan.
5.      Jawaban dari pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan.

d.      Ayat - Ayat Makiyyah Dan Ayat-Ayat Madaniyyah.
1.      Ayat-ayat yang diturunkan di Makah atau sebelum Nabi Muhammad s.a.w hijrah ke madinah, dinamakan ayat-ayat Makiyyah.
2.      Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad s.a.w hijrah ke Madinah, dinamakan ayat-ayat madaniyyah.
Ayat-ayat Makiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 86 surat, sedang ayat-ayat madaniyyah meliputi 1/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 28 surat.
e.       Perbedaan Ayat Makiyyah Dengan Ayat Madaniyah
1.      Ayat Makiyyah umumnya pendek-pendek sedang ayat Madaniyyah panjang-panjang.
2.      Dalam surat Madaniyyah terdapat perkataan “ yaa ayyuhalladzina aamanu “, dan sedikit perkataan “yaa ayyuhannasu”, sedangkan dalam surat Makiyyah sebaliknya.
3.      Ayat-ayat makiyyah umumnya mengandung tentang keimanan, ancaman, pahala, kisah umat terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti. Sedangkan ayat madaniyyah mengandung tentang hukum, baik hokum adat dan hokum duniawi, hokum kemasyarakatan, ketatanegaraan, perang, internasional, hubungan antar agama.

f.       Nama-Nama Al Qur’an
1.      Al Kitab (kitabullah) : merupakan sinonim dari Al Qur’an. Tersebut dalam surat Al Baqoroh ayat 2 artinya “kitab (al qur’an) ini tidak ada keraguan padanya……..
2.      Al Furqaan : artinya pembeda, yaitu membedakan antara yang benar dan yang batil.
3.      Adz Zikir : artinya peringatan, sebagai tersebut dalam surat al hijr ayat 9 “sesungguhya kamilah yang menurunkan  Adz dzikir dan sesungguhya kamilah penjaganya.
g.      Surat-Surat Dalam Al Qur’an.
Jumlah surat dalam Alqur’an ada 114, nama-nama, batas-batas, susunan ayat-ayatnya menuruut ketentuan yang ditetapkan oleh Rasulullah (tauqifi). Surat yang ada dalam Al Qur’an di tinjau dari segi panjang pendeknya terbagi atas empat bagian :
1.      ASSAB’UTH THILAWAH , tujuh  surat yang panjang.  yaitu : Al Baqoroh, Ali Imran, An Nisaa’, Al A’raff, Al Maidah, Yunus.
2.      AL MIUUN, surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih. Yaitu : Hud, Yusuf, Mu’min.
3.      AL MATSAANI, surat yang berisi kurang sedikit dari seratus ayat. Yaitu : Al Anfaal, Al Hijr.
4.      AL MUFASHSHAL, surat-surat pendek. Yaitu : ad dhuha, al ikhlas dan sebagainya.

h.      Huruf-Huruf Hijaiyyah Yang Terdapat Pada Permulaan Surat.
Huruf hijaiyyah yang terdapat pada permulaan surat disebut dengan “fawatikhussuwar” artinya pembukaan surat-surat.
i.        Pembagian Al Qur’an
Sejak zaman sahabat pembagian al Qur’an menjadi : 1/2, 1/3, 1/5, 1/7, 1/9, dan  sebagainya.pembagian tersebuut dimaksudkan untuk hafalan dan amalan dalam tiap-tiap sehari semalam atau di dalam sholat. Dan tidak ditulis dalam Al Qur’an atau di pinggirnya. Baru pada masa Al hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi diadakan penulisan di dalam dan di pinggir Al Qur’an dengan istilah baru.
Salah satu pembagian Al Qur’an ialah di bagi menjadi 30 juz, 114 surat, 60 hizb. Tiap satu surat ditulis namanya dan ayat-ayatnya, tiap hizb ditulis sebelah pinggirnya yang menerangkan : hizb pertama, kedua, dan seterusnya. Dan tiap satu hizb dibagi empat :
1.      Robi’                       : tanda 1/4 hizb
2.      Nisfu                       : tanda 1/2 hizb
3.      Tsalasatu arba’        : tanda 3/4 hizb
Pembagian ini dipakai oleh ahli Qira’at mesir, dan atas dasar itulah percetakan Amiriyah milik pemerintah Mesir mencetak Al Qur’an semenjak tahun 1337 H, di bawah pengawasan guru besar Al Azhar.
Al Qur’an terdiri dari 114 surat, 30 juz, 554 ruku’. Surat yang panjang berisi beberapa ruku’, dan surat yang pendek terdiri satu ruku’. Tiap ruku’ di tandai dengan huruf ‘ain. Adapun pertengahan surat (nisful Qur’an ) terdapat pada surat Al Kahf ayat 19 pada lafalz (walyatalat thaf).



BAB II
SEJARAH PEMELIHARAAN KEMURNIAN AL QUR’AN
1.      Pemeliharaan Al Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad Saw.
Pada permulaan islam bangsa Arab adalah satu bangsa yang buta huruf, dan sedikit dari mereka yang bias membaca dan menulis.mereka belummengenal kertas seperti sekarang, kata kertas dulu di sebut dengan perkataan “Al Waraq” yang artinya daun. Pada masa itu hanyalah dipakainkan pada daun kayu saja.
Kata “Al Qirtas” yang dalam bahasa indonesianya kertas oleh mereka dipakai hanyalah kepada benda/ bahan yang mereka pergunakan untuk ditulis, yaitu : kullit binatang, batu tipis dan licin, pelepah kurma, tulang inatang dal lain-lain. Setelah menaklukkan Persia, barulah mereka mengenal kertas. Orang Persia menamainya “Kaqhid”, maka dipakailah kata kaqhid itu untuk kertas oleh bangsa Arab. Sebelum ataupun pada masa nabi saw kata “ Al Kaqhi” itu tidak ada dalam pemakaian bahasa Arab. Kemudian kata “al qitahas” itupun dipakai pula oleh bangsa Arab kepada apa yang dinamakan kaqhid daam bahasa Persia itu. Kata kitab/ buku , juga belum ada pada mereka. Kata “ Kitab “ pada masa itu hanyalah berarti : sepotong kulit, batu, tulang yang telah bertulis, atau berarti surat. Begitu juga dengan “kutub” yang dikirimkan oleh nabi kepada raja-raja di masanya, untuk menyeru mereka kepada islam. Karena mereka belum mengenal kitab atau buku sebagai yang dikenal sekarang, sebab itu Al Qur’anul Karim itu dibukukan di masa khalifah Utsman Bin Affan, mereka tidak tahu dengan apa Al qur’an yang telah dibukukan itu dinamai. Bermacam-macamlah pendapat sahabat tentang nama Al Qur’an. Akhirnya mereka sepakat menamainya dengan “al Mushaf” artinya mengumpulkan (shuhuf), jamak darri shohifah, lembaran-lembaran yang telah bertulis.
Kendatipun bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tetapi mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pegangan dalam memellihara dan meriwayatkan syair-syair dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair mereka, ansab (silsilah keturunan) mereka, peperangan yang terjadi diantara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi diantara mereka, peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan mereka tiap hari, adalah hafalan semata. Dengan keadaan bangsa Arab waktu itu, maka dijalankan oleh nabi suatu cara yang amali (praktis) yang selaras dengan itu dalam menyiarkan Al Qur’anul Karim dan memliharanya.
Tiap tiap ayat diturunkan, nabi menyuruh menghafalnya, dan menulliskannya di batu, kulit binatang, pelepah tamar, dan apa saja yang dapat disusun dalam surat. Nabi menerangkan tertib uruut ayat-ayat itu. Nabi mengadakan peraturan, yaitu al qur’an sajalah yang boleh diturunkan, sedagkan yang lain seperti hadits, pelajaran yang mereka dengar dari nabi, dilarang menuliskannya.larangan ini dimaksudkan supaya Al qur’an terpelihara, dan tidak tercampur dengan yang lain. Nabi menganjurakan suppaya al qur’an dihafalkan, selalu dibaca, dan diwajibkannya membacanya dalam sembahyang. Dengan jalan demikian banyaklah orang yang menghafal al qur’an. Surat yang saatu macam, dihafal oleh ribuan orang, dan banyak yang hafal selluruh al qur’an. Dalam hal ini tidak ada satu ayatpun tang tidak tertuliskan. Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan disambut dengan gembira oleh nabi saw. Beliau berkata :
“Di akirat nanti tinta ulama-ulama itu akan ditimbanng dengan darah syuhada’ (orang-orang yang mati sayhid)”.
Pada perang badar nabi menawan orang-orang musyrikin yang tidak bias menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai membaca dan menulis, masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang muslim meneulis dan membaca sebagaiganti tebusan.kareni itu bertambahlah keinginan untuk belajar membaca dan menulis, dan bertambah banyaklah orang yang pandai menulis dan membaca. Dan banyaklah orang yang menuliskkan ayat-ayat yang telah diturun. Nabipun mempunyai beberapa penulis yang brtugas menuliskan Al Qur’an untuk beliau. Penulis-penulis tersebut diantaranya :
a)      Ali Bin Abi Thalib
b)      Utsman Bin Affan
c)      Ubay Bin Ka’ab
d)     Zaid Bin Tsabit
e)      Muawiyyah
Dengan demikaian terdapatlah 3 unsur tolong meolong dalam memelihara Al Qur’an pada masa nabi saw.
1)      Hafalan dari mereka yang hafala al qur’an
2)      Naskah-naskah yang ditulis untujk nabi
3)      Naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing
Dalam masa itu Jibril mengadakkan ulanagan (repetisi) setahun sekali. Di waktu ulangan tersebut nabi disuruh mengulang mendengarkan Al Qur’an yang telah diturunkan. Di tahun beliau wafat ulanagan itu di adakan oleh Jibril dua kali. Nabi juag sering mengadakan ulangan tersebut terhadap sahabat-sahabatnya, sahabat disuruh oleh beliau unttuk membacakan Al Qur’an itu dihadapannya, untuk menetapkan atau membenarkan hafalan atau bacaan mereka.
Ketika nabi wafat, Al Qur’an itu telah sempuna diturunkan dan telah dihafal oleh ribuan manusia, dan telah ditulisakan semua ayat-ayatnya. Ayat-ayat dalam suatu surat telah disusun menurut tertib urut yang telah ditunjukkan oleh nabi.
2.      Pemeliharaan Al Qur’an Dimasa  Bakar
Abu bakar adalah khalifah pertama yang di angkat atas persetujuan para sahabat baik anshar dan muhajrin setelah wafatnya Rasulullah saw. Pada masa awal pemerintahannya banyak dari orang islam yang belum kuat imannya. Terutama di Nejad dan Yaman yang banyak diantara mereka yang murtad (keluar dari agamanya), dan banyak pula yang menolak membayar zakat. Disamping itu ada pula orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Haal ni dihadapi Abu Bakar dengan tegas, sehingga ia berkata kepada orang-orang yang menolak membayar zakat itu demikian : “ Demi Allah, kalau mereka menolak menyerahkan seekor anak kambing sebagai zakat (seperti apa) yang pernah mereka berian kepada rasulullah, niacaya aku akan memeranginya”. Maka terjadilah peperangan yang dahsyat untuk menumpas orang orang murtad dan pengikut pengikut orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Diantara peperangan-peprangan itu yang terkenal adalah Perang Yamamah. Tentara islam yang ikut dalam peperangan ini adalah para sahabat dan para penghafal al qur’an. Dalam perang ni telah gugur 70 orang penghafal al qur’an. Bahkakn sebelum itu, gugur pula hamper sebanyak itu dari penghafal al qur’an di masa nabi pada pertempuran di Sumur Ma’unah dekat kota Madinah.
Oleh karena itu, Umar Bin Khatab khawatir akan gugurnya para sahabat penghafal al qur’an yang masih  hidup, maka ia lalu dating kepada Rasulullah untuk memusyawaratkan hal ini. Dalam hal ini Abu Bakar menunjuk sahabat Zaid Bin Tsabit untuk mengumpulkan Al Qur’an. Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an, Zaid Bin Tsabit bekerja amat teliti. Sekalipun beliau hafal Al Qur’an seleuruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al Qur’an yang sangat penting bagi umat Islam itu, masih memandang untuk mencocokkan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Dengan demikian Al Qur’an seluruhnya telah ditulis Zaid Bin Tsabit dalam lembaran-lembaran, dan didkatnya dengan benar, tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaiman yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, kemudian dise rahkan kepada Abu Bakar. Mushaf ini tetap ditangan Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian dipindahkan kerumah Umar Bin Khatab dan teta disana selama pemerintahannya. Setelah Umar wafat, mushaf dipindahkan kerumah Hafsah (putri umar), istri Rasulullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al Qur’an dimasa khallifah Umar.

3.      Al Qur’an Dimasa Utsman R.A
Pada masa khalifan Utsman Bin Affan, pemerintahan telah sampai ke Armania dan Azarbaiyyan di sebelah timur, dan Tripoli disebelah barat. Dengan demikian telah tersebarlah kaum muslimin di mesir, irak, Persia, dan afrika. Kemana mereka pergi dan tinggal, al qur’an tetap menjadi imam mereka. Diantara mereka banyak yang menghafal Al Qur’an itu. Pada mereka ada naskah-naskah Al Qur’an itu, tetapi naskah yang merka punya tidak sama susunan surat-suratnya. Begitu juga ada didapat diantara mereka perbedaan tentang bacaan Al Qur’an itu. Asal mula perbedaan bacaan itu adalah karena Rasulullah member kelonggaran kepada kabillah-kabilah arab yang berada di masanya dan menghafalkan al qur’an  berdasarkan lajnah (dialek) mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh nabi supaya mereka mudah dalam menghafalkan Al Qur’an.
Tetapi kemudian dating tanda-tanda bahwa perbedaan tentang bacaan Al Qur’an ini kalau dibiarkan akan mendatangkan perselisihandan perpecahan yang tidak didinginkan dalam kalangan kaum muslimin.orang yang mula-mula memperhatikan hal ini adalah seorang sahabat yang bernama huzaifah bin yaman. Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukkan Armenia dan Azerbaiyyan, dalam perjalanan dia pernah mendengarkan pertikaian kaum muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al Qur’an, dan pernah mendengarkan perkataan orang muslim kepada temannya : “bacaan saya lebih baik dari bacaanmu”. Keadaan ini mengagetkan Huzaifah, maka di waktu ia telah kembali ke Madinah, segera menemui Utsman Bin Affan, dan kepada beliau diceritakannya apa yang telah dilihatnya mengenai pertikaian kaum muslimin tentang bacaan Al Qur’an itu, seraya berkata : “susullah umat islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al Kitab, sebagai perselisihan Yahudi dan Nasrani”.
Maka oleh khalifah Utsman Bin Affan dimintakan kepada Hafsah Binti Umar lembaran-lembaran Al Qur’an yamg telah di tulis di masa khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh Hafsah untuk disalin, dan Hafsah memberikan lembaran-lembaran itu kepada Utsman Bin Affan. Oleh Utsman di bentuklah satu panitia yang terdiri dari :
a)      Zaid Bin Tsabit (Ketua)
b)      Abdullah Bin Zubair
c)      Sa’id Bin Ash
d)     Abdurrahman Bin Haris Bin Hisyam
Tugas panitia ini adalah membukukan al qur’an, yakni menyallin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan ini utsman menasehatkan supaya :
a)      Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al Qur’an
b)      Kalau ada pertikaian diantara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah disusun berdasarkan dialek suku Quraisy, sebab Al Qur’an diturukan berdasarkan dialek mereka.
Setelah pembukuan selesai lembaran-lembaran Al Qur’an yang dipinjam dari Hafsah dikembalikan kepadanya. Al Qur’an yang te lah dibukukan dinamai dengan “Al Mushaf”, dan oleh panitia ditulis lima buah mushaf. Empat buah diantaranya dikirim ke Makah, Syiria, Basrah, dan Kuffah, agar ditempat-tempat itu di salin pula dari masing-masing mushaf itu, dan satu lagi di tinggall di Madinah, untuk utsma sendiri, dan itulah yang dinamai “Mushaf Al Imam”. Sesudah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al Qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya.
Maka dari mushaf yang  ditulis di zaman  Utsman Itulah kaum muslimin diseluruh pelosok menyalin Al Qur’an itu. Adapun kelainan bacaan, sampai sekarang masih ada, karena bacaan-bacaan yang dirawikan dengan mutawatir dari nabi terus dipakai oleh kaunm muslimin dan bacaan-bacaan terfsebut tidaklah berlawanan dengan apa yang ditulis dalam mushaf yang ditulis di masa utsman. Dengan demikian, maka pembukuan al qur’an dimasa utsman itu faedahnya yang terutama ialah :
a)      Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
b)      Menyatukan bacaan, dan kendatippun masih ada kelainan bacaan, tetapi bacan itu tidak berllawanan dengan ejaan mushaf utsman.
c)       Mennyatukan tertib susunan  surat-surat, menurut tertib urut se bagai yang kelihatan pada mushaf sekarang.


















BAB III
TAFSIR AL QUR’ANUL KARIM
Al Qur’anul Karim adalah Kitabullah yang diturunkakn kepada Nabi Muhammad SAW mengandung hal-hal  yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan dan kisah-kisah, filsafah, peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk social, sehingga berbahagia di dunia dan akhirat. Al Qur’anul Karim dalam menerangkan hal-hal yang tersebut di atas, ada yang dikemukakan secara terperinci, seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hokum warisan, dan sebagainya. Dan ada pula dikemukakan secara umum dan garis besarnya saja. Yang diterangkan secara umum dan garis besarnya ini, ada yang diperinci dan dijelaskan oleh hadits Nabi saw, dan ada yang diserahkan kepada kaum muslimin sendiri untuk memperincinya sesuai dengan keperluan kelompok manusia, keadaan, masa dan tempat, seperti dalam soal kenegaraan. Al Qur’an menggunakan prinsip musyawrah adanya suatu badan yang mewakili rakyat, keharusan berlaku adil dan sebagainya.
Disamping itu agama islam memebuka pintu ijtihad bagi kaum muslimin dalam hal yang tidak diterangkan dalam Al Qur’an dah Hadits secara qath’I (tegas). Pembukaan pintu ijtihad inilah yang memungkinkan manusia member komentar, member keterangan dan mengeluarkan pendapat tentang hal yang tidak disebut atau yang masih umum dan belum terperinci yang dikemukakan oleh Al Qur’an. Nabi saw sendiri beserta sahabat-sahabatnya adalah ornag-orang yang menjadi pelopor dalam hal ini, kemudian diikuti para tabi’in, para tabi’it tabiin dan generasi yang tumbuh dan hidup pada masa berikutnya.
Pada masa Rasulullah saw kebutuhan tentang tafsir Al Qur’an belum begitu dirasakan, sebab apabila para sahabat kurang memahami suatu ayat Al Qur‘an , mereka dapat langsung menanyakkan kepada Rasulullah. Dalam hal ini Rasulullah selalu memberikan jawaban yang memuaskan. Setelah Rasulullah wafat, apalagi setelah islam meluaskan sayapnya ke luar Jaziratul Arab, dan memasuki ke daerah-daerah yang berkebudayaan lama, terjadilah persinggungan antara agama Islam yang masih dalam bentuk kesederhanaanya di satu pihak, dengan kebudayaan lama yang telah mempunyai pengalaman, perkembang an serta keuletan daya juang dipihak yang lain. Di samping itu kaum muslimin sendiri menghadapi persoalan baru, terutama yang berhubungan dengan pemerintahan dan pemuluhan kekuasaan berhubungan dengan meluasnya daerah Islam. Pergeseran, persinggungan dan keperluan ini menimbulkan persoalan baru. Persoalan baru itu akan bias dipecahkan apabila ayat Al Qur’an di taafsirkan dan diberi komentar untuk menjawab persoalan-persoalan yang baru muncul itu. Maka tampillah kemuka beberapa sahabat dan tabiin memberanikan diri menafsirkan ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum tersebut, sesuai batas-batas  lapangan berijtihad bagi kaum muslimin.
Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, maka di dalam ilu tafsir terdapat aliran-aliran dan perbedaan pendapat yang timbul karena perbedaan pandangan dan segi peninjauannya, sehingga sampai pada saat ini terdapat puluhan, bahkan ratusan ktab-kitab tafsir dari berbagai alliran¸sebagai hasil karya dari generasi-generasi yang sebelumnya. Dalam menguraikan perkembangan kitab-kitab tafsir dan ilmu tafsir dapat dibagi dalam tiga periode :
A.      PERIODE MUTAQADDIMIN
a)         Perbedaan Tingkatan Sahabat Dalam Memahami Al Qur’an
Al Qur’anul karim diturunkan dalam bahasa Arab, karena itu pada umumnya orang-orang arab dapat mengerti dan memahaminya dengan mudah. Dalam hal ini para sahabat adalah orang yang paling mengerti danmemahami ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi para sahabat itu tersendiri mempunyai tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam memahami Al Qur’an. Hal ini disebabkan karena perbedaan tingkatan pengetahuan serta kecerdasan para sahabat itu sendiri. Dan sebab-sebab lainya adalah :
1)   Perbedaan pengetahuan para sahabat tentang sastra arab, gaya bahasa arab, adat istiadat dan sastra arab jahiliyyah.
2)   Ada para sahabat yang sering menemani nabi saw sehingga banyak pengetahuan yang mereka dapatkan, dan ada pula yang jarang mendampingi  nabi.
3)   Sahabat-sanabat yang banyak mengetahui asbabul nuzul lebih mampu dalam menafsirkan ayat-ayat al qur’an dari psds sahabat yang lain.
4)   Perbedaan tingkat pengetahuan adat istiadat, perkataan dan perbuatan arab jahiliyyah.
5)   Perbedaan tingkat pengetahuan para sahabat tentang yang dilakukan oleh orang-orang yahudi dan asrani di jaziratul arab, pada waktu suatu ayat diturunkan. Sebab suat ayyat diturunkan ada yang berhubungan dengan penolakan dan sanggahan terhadap perbuatan-perbuatabn orang-orang yahudi dan nasrani itu, akan lebih dapat memahami ayat-ayat tersebut di banding yang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar