Rabu, 30 November 2011

munasabah Al Qur'an

DAFTAR ISI

Halaman

Bab I  PENDAHULUAN……………………………………………..       1


Bab II  ISI…………………………………………………………….         2

            A. Pengertian Munasabah Al Qur’an………………………         3
            B. Kemanfaatan Munasabah………………………………..         4
            C. Macam-maca Munasabah Al Qur’an……………………        5
            D. Kolerasi Antara Ayat Dengan Ayat dan
     Surah Dengan Surah……………………………………..         6

Bab III  PENUTUP…………………………………………………..        7
            A. Kesimpulan………………………………………………           8
            B. Kata Penutup…………………………………………….          9

Daftar Pustaka………………………………………………………          10













BAB I
PENDAHULUAN
           
Segala puji bagi Allah kami memuji memohon pertolongan dan ampunan serta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan jiwa dan keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah tidak seorangpun dapat menyesatkannya. Dan barang siapa disesatkan-Nya tidak seorangpun dapat memberinya petunjuk. Salawat dan salam semoga dilimpahkan atas rasulullah serta sahabat dan mereka yang menyeru dengan seruannya serta berpedoman dengan petunjuknya.
Al Qur’an turun tidak dalam suatu ruang dan waktu yang hampa nilai, melainkan didalam masyarakat yang syarat dengan berbagai nilai budaya dan religius.
Sebagai kitab suci yang menghadapi masyarakat dengan kebudayaan dan peradaban terus berkembang dan maju, didalamnya terdapat ayat-ayat kealaman dan kemasyarakatan. Ayat-ayat ini dapat dijadikan pedoman, motivasi, dan etika dalam rekayasa masyarakat dan rekayasa teknik.
Disini kami akan sedikit memberikan ulasan mengenai ilmu pembelajaran Al Qur’an yaitu tentang Munasabah Al Qur’an supaya kita semua lebih teliti dan paham akan artinya kitab suci Al Qur’an dan segala yang terkandung didalamnya.












BAB II

ISI

A.    Pengertian Munasabah Al Qur’an

Seperti halnya pengetahuan tentang asbabun nuzul yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang Munasabah atau kolerasi antara ayat dengan ayat dan surah dengan surah juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat.
Munasabah menurut bahasa berarti Musyakalah (keserupaan) dan Muqarabah (kedekatan)1. Sedangkan menurut istilah adalah segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat atau antara satu surah dengan surah yang lain2.
Banyak para ulama’ mendefinisikan tentang arti Munasabah Al Qur’an diantaranya yaitu:
1.      Menurut Manna’ al Qaththan
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat atau antara ayat pada beberapa ayat atau antara surah didalam Al Qur’an.
2.      Menurut Ibnu al A’rabi
Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
3.      Menurut az Zarkasyi
Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami tatkala dihadapkan kepada akal pasti akal itu akan menerimanya3.

B.     Kemanfaatan Munasabah Al qur’an
Munasabah Al Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad bukan melalui petunjuk Nabi (tawqifi). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal didalam kitab Al Qur’an.
Pengetahuan tentang Munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami keserasian antar makna, mukjizat Qur’an secara retorik, kejelasan keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya dan keindahan gaya bahasanya.

كِتَا بٌ اُوْكِمَتْ ايآتُهُ ثُمَّ فُعِّلُنْ مِنْ لَدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْسٍ (هود : ١)

Artinya: Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelskan secara terinci, diturunkan dari sisi Allah yang maha bijaksana dan maha tahu (Surat Hud, 1)4
Az Zarkasyi menyebutkan manfaat Munasabah Al Qur’an adalah menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian lainnya, sehinnga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah bangunan yang amat kokoh5.
Qodi Abu Bakar Ibnul Arabi menjelaskan mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat-ayat satu dengan yang lain sehinnga semuanya menjadi satu kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.
Apabila korelasi antara ayat-ayat atau surah-surah dalam Al Qur’an itu halus maknanya, harmonis konteksnya dan sesuia dengan asas-asas kebahasan dalam ilmu-ilmu bahasa arab, maka korelasi tersebut dapat diterima.
Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufasir harus mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al Qur’an turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seorang mufasir terkadang dapat menemukan hubungan antara ayat-ayat dan terkadang pula tidak, oleh sebab itu ia tidak perlu memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu, srbab kalau memaksakannya juga maka kesesuaian itu hanyalah dibuat-buat dan hal ini tidak disukai.
Syaikh 122 bin Abdus Salam mengatakan Munasabah (kolerasi) adalah ilmu yang baik, tetapi dalam menetapkan keterkaitan antar kata-kata secara baik itu disyaratkan hanya dalam hal yang awal dengan akhirnya memang bersatu dan berkaitan sedang dalam hal yang mempunyai beberapa sebab berlainan tidak disyaratkan adanya hubungan antara yang satu dengan yang lain6.

C.    Macam-macam Munasabah
Neraca yang dipegang dalam menerangkan macam-macam munasabah antara ayat-ayat dan surah-surah kembali kepada derajat tamatsul atau tasyabuh antara maudhu’-maudhu’nya. Maka jika munasabah itu terjadi pada urusan-urusan yang bersatu dan berkaitan awal dan akhirnya. Maka itulah munasabah yang dapat diterima akal dan dipahami7. Tetapi jika munasabah itu dilakukan terhadap ayat-ayat yang berbeda-beda sebabnya dan urusan-urusan yang tidak ada keserasian antara satu dengan yang lainnya, maka tidaklah yang demikian itu dikatakan tanasub (bersesuaian) sama sekali.
Dalam pembagian munasabah para ulama’ juga berbeda pendapat mengenai pengelompokan munasabah dan jumlahnya, hal ini dipengaruhi bagaimana seorang ulama’ tersebut memandang suatu ayat dari segi berbeda.
Menurut Drs. H. A. Chaerudji Abdul Chalik, munasabah dapat dilihat dari dua segi, antara lain:
1.      Dilihat dari segi sifatnya, terbagi menjadi dua, yaitu:
a.       ) ظا هرالارثبا ط persesuaian yang nyata) ataun persesuaian yang tampak jelas.
Karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali, sehinnga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna bila dipisahkan dengan kalimat lainnya, seolah-olah ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang sama.
خفى الارثباط persesuaian yang tidak jelas) atau samar. Persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat lain, sehinnga tidak tampak adanya hubungan antara keduanya bahkan seolah-olah masing-masing ayat atau surat itu berdiri sendiri-sendiri baik karena ayat yang satu itu di athafkan kepada yang lain, maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain.
2.      Dilihat dari segi materinya dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Munasabah antar ayat
Munasabah antar ayat adalah ayat yang satu dengan ayat yang lain, berbentuk persambungan-persambungan ayat, meliputi:
1.      di athafkan ayat yang satu kepada ayat yang lain
2.      tidak di athafkan
3.      di gabungkannya dua hal yang kontradiksi
4.      di kumpulkannya dua yang sama
5.      di pindahkannya a\satu pembicaraan ke pembicaraan yang lain
b.      Munasabah antar surah
Munasabah antar surah yaitu menusabah atau persambungan antara surat yang satu dengan suratyang lain, meliputi:
1.kesamaan materi pada dua surah yang berbeda namun salah satu darinya bersifat umum dan satunya khusus dan terperinci.
2.      persesuaian permulaan surah dengan penutup surah sebelumya.
3.persesuaian pembukaan surah dan akhir ayat suatu surah.
 Menurut Manna’ Khalil Qatthan munasabah terbagi kedalam tiga bagian, yaitu9:
1.      Munasabah terletak pada perhatiannya terhadap lawan bicara
Seperti firman Allah dalam surat Ghasyiyah ayat 17-20 yang artinya “maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, dan langit bagaimana ia di tinggalkan dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan dan bumi bagaimana ia dihamparkan.
      Penggabungan antara unta, langit dan gunung-gunung ini karena memperhatikan adat dan kebiasaan yang berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal dipadang pasir, dimana kehidupan mereka bergantung pada unta sehingga mereka amat memperhatikannya namun keadaan demikianpun tidak mungkin berlangsung kecuali bila air yang dapat menumbuhkan rumptu ditempat gembalaan dan diminum unta, begitu seterusnya hubungan itu berlangsung.
Maka apabila penghuni padang pasir mendengar ayat-ayat diatas, hati mereka merasa menyatu dengan apa yang mereka saksikan sendiri yang senantiasa tidak lepas dari benak mereka.
2.      Munasabah antara satu surah dengan surah yang lain.
Misalnya pembukaan surah al An’am dengan al Hamdu

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ خَلَقَ السَّمواتِ وَلأَرْضِ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّوْرَ {الانعام :۱ }

Artinya: segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang[10].
Demikian pula pembukaan surah al Hadid yang dibuka dengan tasbih:

سَبَّحَ ِللهِ مَا فِى السَّموَاتِ وَلأَرْضِ وَهُوَالْعَزِيْزُالْحَكِيْمُ {الحديد : ۱}
Artinya: semua yang berada dilangit dan dibumi bertasbih kepada Allah dan dialah yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana[11].
Pembukaan ini sesuai dengan akhir surah al Waqi’ah yang memerintahkan bertasbih:

فَسَّبِحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ {الواقعه :  }

Artinya: Maka bertasbilah dengan menyebut nama Allah yang maha besar[12].



3.      Munasabah antara awal surah dengan akhir surah
Misalnya apa yang terdapat dalam surah Qasas, surat ini dimulai dengan menceritakan Musa, menjelaskan langkah awal dan pertolongan yang diprolehnya, kemudian menceritakan perlakuaanya  ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki sedang berkelahi.
Allah mengisahkan do’a Musa:
قَالَ رَبِّ بِمَا اَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ اَكُوْنَ ظَهِيْرًا لِلْمُجَرِمِيْنَ {القصص :    }

Artinya: Musa berkata: Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah engkau anugrahkan kepadaku, aku sekali-kali akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa[13].
Kemudian surah ini diakhiri dengan menghibur Rasuk kita Muhammad bahwa ia akan keluar dari makkah dan dijanjikan kembali lagi ke makkah serta melarangnya menjadi penolong bagi orang-orang kafir.
Hal ini tertuang dalam surat Qassas ayat 75-76 yang artinya: Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (untuk melaksanakan huku-hukum0 Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ketempat kembali (yaitu kota makkah). Katakanlah: “ Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata”. Dan kamu tidak pernah mengharap agar Qur’an diturunkan kepadamu, akan tetapi ia (diturunkan) karena suatu Rahmat besar dari Tuhanmu, oleh sebab itu janganlah sekali-kali menjadi penolong bagi orang kafir[14].

D.    Kolerasi Antara Ayat-ayat Dengan Ayat dan Surah dengan Surah dalam Al Qur’an
Setiap ayat mempunyai aspek hubungan dengan ayat sebelumnya dalam arti hubungan yang menyatukan, seperti perbandingan atau perimbangan antara sifat orang mukmin dengan sifat orang musyrik, antara ancaman dengan janji untuk mereka, penyebutan ayat-ayat Rahmat sesudah ayat-ayat Madzab, ayat-ayat berisi anjuran sesudah ayat-ayat berisi ancaman, ayat-ayat tauhid dan kemahasucian Tuhan sesudah ayat-ayat tentang alam, dan sebagainya[15].
Para ulama’ yang menekuni ilmu Munasabah al Qur’an mengemukakan setidak-tidaknya hubungan kolerasi dalam al Qur’an itu meliputi:[16]
1.      Hubungan antara satu surah dengan surah sebelumnya.
Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya: didalam surah al Fatikhah: 6
إِهْدِنَ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ {الفاتحة :   }
Artinya: tunjukilah kami kejalan yang lurus.
Lalu dijelaskan didalam surah al Baqoroh bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al Qur’an sebagaimana disebutkan:
ذلِكَ الْكِتَابُ لارَيْبَ فِيْهِ هُدى لِلْمُتَّقِيْنَ {البقرة :   }

Artinya: kitab al Qur’an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa[17].

2.      Hubungan antara nama surah dengan isi atau tujuan surah.
Nama-nama surah biasanya diambil dari suatu masalah pokok didalam satu surah.
Misalnya surah an Nisa’ (perempuan) karena didalamnya banyak menceritakan tentang persoalan perempuan.
3.      Hubungan antara fawatih al suwar (ayat pertama yang terdiri dari beberapa huruf) dengan isi suara.
Hubungan fawatih al suwar dengan isi surahnya bias dilacak dari jumlah huruf-huruf yang dijadikan sebagai fawatih al suwar.
Misalnya jumlah huruf alif, lam dan mim pada surah-surah yang dimulai dengan alif lam mim (            ) semuanya dapat dibagi sembilan belas.
4.      Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surah.
Misalnya surah al Mu’minun dimulai dengan
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ {المؤمنون :   }

Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.
Kemudian dibagian akhir surah ini ditemukan kalimat
إِنَّهُ لايُفْلح الْكَا فِرُوْنَ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung[18].
5.      Hubungan  antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu surah.
Misalnya kata Muttaqin didalam surah al Baqarah ayat dua dijelaskan pada ayat berikutnya mengenai cirri-ciri orang-orang bertaqwa.
6.      Hubungan antara kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat.
Misalnya dalam surah al fatikhah ayat satu “segala puji bagi Allah”, lalu sifat Allah dijelaskan pada kalimat berikutnya “Tuhan semesta alam”.
7.      Hubungan antara Fashilah dengan isi ayat.
Misalnya didalam surah al ahzab ayat 25 disebutkan:
وكفر الله الْمُؤْمِنِيْنَ الْقِتَال
Artinya: dan allah menghindarkan orang-orang mu’min dan peperangan.
Lalu ditutup dengan
وَكَانَ الله قَوِيًاعَزِيْزًا
Artinya: dan adalah allah maha kuat lagi maha perkasa.
8.      Hubungan antara penutup surah dengan awal surah berikutnya.
Misalnya akhir surah al Waqi’ah ayat 56
فسبح بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْم

Artinya: maka bertasbilah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang maha besar.
Lalu surah berikutnya yakni surah al Hidayat ayat 1:
سَبَّحَ ِللهِ مَا فِى السَّموَاتِ والأَرْضِ وَهُوَ الْعَزيْزٌالْحَكِيْم

Artinya: smua yang berada di langit dan dibumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah) dan dialah maha kuasa atas segala ssuatu.[19]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Setelah kami menguraikan tentang munasabah al Qur’an pada bab II maka pada bab III ini kami dapatmenyimpulkan pokok-pokok penting pembahasan diatas, antara lain:
1.      Munasabah menurut bahasa adalah musyakalah (keserupaan) dan muqorobah (kedekatan).
Sedangkan menurut istilah adalah segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu surah, antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat atau antara satu surah dengan surah lain.
2.      Manfaat munasabah al Qur’an adalah menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannyakukuh dan bersesuaian bagian-bagianny.
3.      Macam-macam munasabah menurut Drs. H. A. Chaerudji Abdul Chalik munasabah dapat dilihat dari dua segi antara lain:
1.      Dilihat dari segi sifatnya, dibagi 2 yaitu:
a.                                             ) ظا هرالارثبا ط persesuaian yang nyata)
b.                                            خفى الارثباط (persesuaian yang tidak jelas)
2.      Dilihat dari segi materinya, dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Munasabah antar ayat
b.      Munasabah antar surah
4.      Menurut Manna’ Khalil Qattan munasabah dibagi menjadi 3 yaitu:
a.       Munasabah terletak pada perhatiannya terhadaplawan bicara.
b.      Munasabah antara satu surah dengan surah yang lain.
c.       Munasabah antara awal surat dengan akhir surat.
5.      Kolerasi atau hubungan antara ayat dengan ayat dan surat dengan surat dalam al Qur’an meliputi:
a.       Hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya.
b.      Hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat.
c.       Hubungan antara fawatih as suwar (ayat pertama yang terdiri dari beberapa huruf) dengan isi surat.
d.      Hubungan antara ayat pertama dengan terakhir dalam satu surat.
e.       Hubungan satu ayat dengan ayat lain dalam satu surat.
f.       Hubungan antara kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat.
g.      Hubungan antara fashilah dengan isi ayat.
h.      Hubungan antara penutup surat dengan awal surat berukitnya.









B.     Kata Penutup
            Akhirnya dengan mengucap syukur Alhamdulillah wa syukurillah birahmatillah dalam penulisan makalah ini kami dapat menyelesaikan walaupun dengan keadaan yang sangat sederhana dan waktu yang sangat singkat ini.
            Kami juga menyadari bahwa manusia tidak pernah lepas dari kesalahan dan kekurangan, bahwa dengan kerendahan hati kami mengharap masukan dan saran dari bu dosen agar kami bisa untuk menuju yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua. Amien……….








































DAFTAR PUSTAKA

1.      Shihab Quraish, dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an, Jakarta. Pustaka Firdaus, 2001.
2.      Al Qtthan Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta, Pustaka Islamiyah, 1991.
3.      Hsbi Muhammad, Ilmu-ilmu Al Qur’an, Semarang, Pustaka Rizki, 2002.
4.      H. Abdurrahman Fadhl, al Qur’an Terjemah Bahasa Indonesia, Kudus, Menara Kudus, 2007.











1 Shihab Quraish, dkk, Sejarah dan ulumul Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, hal 75.
2 al Qattan Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: Pustaka Islamiyah, 1998, hal 138.
3 Hasbi Muhammad, Ilmu-ilmu Al Qur’an, Semarang ; Pustaka Rizki Putra, 2002, hal 150
4 H. Abdurrahman Fadhl, Al Qur’an Terjemahan Bahasa Indonesia, Kudus: Menara Kudus, 2007, hal:221
5 al Qathtan manna’ Khalil, op cit, hal: 139
6 Ibid hal, 141
7 Shihab Quraish, dkk, op cit, hal: 79
9 al Qatthan manna’ Khalil, op cit, hal: 141
[10] H. Abdurrahman Fadhl, op cit, hal:128
[11] Ibid, hal: 537
[12] Ibid, hal: 534
[13] Ibid, hal: 387
[14] Ibid, hal: 394
[15] Al Qatthan Manna’ Khalil, op cit, hal: 139
[16] Shihab Quraish dkk, op cit, hal: 80
[17] H. Abdurrahman Fadhl, op cit, hal: 2
[18] Ibid, hal: 242
[19] Ibid, hal: 537

Tidak ada komentar:

Posting Komentar