BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Perkembangan Kognitif Pada AUD
1.
Karakteristik
Anak Usia Dini
Pengertian anak usia dini adalah anak
yang berada pada rentang usia 0-6 tahun (Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003).
Anak usia dini didefinisikan pula sebagai kelompok anak yang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola
pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangannya (Mansur, 2005).
Anak usia dini memiliki
karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis,sosial,
moral, dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk
sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalahmasa pembentukan fondasi
dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya. Pengalaman
yang dialami anak pada usia dini akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan
selanjutnya.
Usia
dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia, sebab
usia tersebut merupakan periode diletakannya dasar struktur kepribadian yang
dibangun untuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu pendidikan dan pelayanan
yang tepat. Pengalaman awal sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan
dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya, disamping itu
dasar awal akan cepat berkembang menjadi kebiasaan. Oleh karena itu perlu
pemberian pengalaman awal yang positif. Perkembangan fisik dan mental mengalami
kecepatan yang luar biasa,dibanding dengan sepanjang usianya, bahkan usia
0-8 tahun mengalami 80% perkembangan otak disbanding sesudahnya oleh karena itu
perlustimulasi fisik dan mental.
Kartono (2006: 6) mendiskripsikan
karakteristik anak usia dini sebagai berikut :
a.
Bersifat
egoisantris naif
Anak memandang dunia
luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya
sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Maka anak
belum mampu memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu
menempatkan diri ke dalam kehidupan orang lain.
b.
Relasi
sosial yang primitif
Relasi sosial yang
primitif merupakan akibat dari sifat egoisantris naif. Ciri ini ditandai oleh
kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara dirinya dengan keadaan
lingkungan sosialnya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap
benda-benda atau peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak mulai
membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri.
c.
Kesatuan
jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan
Anak belum dapat membedakan antara dunia lahiriah dan batiniah. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku maupun pura-pura, anak mengekspresikannya secara terbuka karena itu janganlah mengajari atau membiasakan anak untuk tidak jujur.
Anak belum dapat membedakan antara dunia lahiriah dan batiniah. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku maupun pura-pura, anak mengekspresikannya secara terbuka karena itu janganlah mengajari atau membiasakan anak untuk tidak jujur.
d.
Sikap
hidup yang disiognomis
Anak bersikap
fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak memberikan atribut
atau sifat lahiriah atau sifat konkrit, nyata terhadap apa yang dihayatinya.
Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang dihadapinya
masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan rohani. Anak belum dapat
membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada
disekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki
jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri (Natalina, 2010).
Dalam perkembangan anak usia dini
adalah anak antara usia 0-8 tahun. Anak usia dini
(0-8) tahun adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan.
Karena itulah maka usia dinidikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia
yang sangat berhargadibanding usia-usia selanjutnya.Usia tersebut merupakan
fase kehidupan yang unik, secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak
usia dini sebagai berikut.
a.
Usia 0-1 tahun.
Masa ketika kehidupannya tergantung
sepenuhnya kepada orang lain. Sedikitdemi sedikit berkembangan kemampuan untuk
memenuhi sendirikebutuhannya secara sederhana. Masa ini juga masa dimana sibayi
mulai memperkembangkan kemapauannya untuk melindungi dan menghindar dari hal-hal
yang mengancam keselamatan dirinya. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat
dijelaskan antara lain:
1)
Mempelajari
keterampilan motorik mulai dari berguling, merangkak,duduk, berdiri, dan
berjalan
2)
Mempelajari
keterampilan menggunakan panca indera, sepertimelihat, atau mengamati meraba,
mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukan setiap benda kemulut.
3)
Mempelajari
komunikasi sosial
b.
Usia 2-3
tahun
Anak mulai berminat untuk bermain
dengan nak lain dan menggunakanbahan-bahan permainan untuk membentuk hubungan
sosial dengannya. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2-3
tahun, antara lain:
1)
Anak sangat
aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya
2)
Anak mulai
menembangkan kemampuan berbahasa
3)
Anak mulai
belajar mengembangkan emosi.
c.
Usia 4-5 tahun
Pada periode ini anak-anak menjadi
lebih mandiri secara emosional,mengembangkan keterampilan untuk kesiapan sekolah,
seperti: belajar untukmengikuti intruksi, mengenal huruf) dan menghabiskan
banyak waktu denganteman sebaya. Anak usia 4-5 tahun memiliki
karakteristik antara lain :
1)
Berkaitan
dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukanberbagai kegiatan
2)
Perkembangan
bahasa juga semakin baik
3)
Perkembangan
kognitif (daya fikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasaingin tahu anak yang
luar biasa terhadap lingkungan sekitar
4)
Bentuk
permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial
d.
Usia 6
tahun Akhir
Masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia 6
tahun sampai tiba saatnya individu matang secara seksual. Bagi sebagaian anak hal
ini merupakan perubaan besar dalam pola kehidupan ana, juga pada anakyang
pernah mengalami situasi pra sekaolah selama setahun. Kebanyakananak tidak
seimbang, anak mengalami gangguan emosional sehingga sulit untuk hidup bersama
dan bekerjasama degan teman baru. Karakteristik perkembangan anak usia 6
tahun antara lain :
1)
Perkembangan
kognitif anak masih berada pada masa yang cepat.
2)
Perkembangan
sosial, anak mulia ingin melepaskan diri dari otoritasorangtuanya
3)
Anak mulai
menyukai permainan sosial
4)
Perkembangan
emosi.
2.
Kemampuan Berhitung AUD
Berhitung dapat ditelaah menurut pendapat para ahli berikut. Smith
mengemukakan dalam jurnal Mathematics In Early Childhood: An Investigation
Of Mathematics Skills In Preschool And Kindergarten Students mengatakan
bahwa―konsep menghitung dapat dikombinasikan 5 prinsip utama yang harus
dipahami untuk mengembangkan keterampilan menghitung yaitu korespondensi satu
satu, prinsip stabil, prinsip kardinallitas, ketidakrelevan dan prinsip
abstraksi.
Gelman dan Meck, 2008
menyatakan bahwa korespondensi satu-satu berarti bahwa ketika menghitung,
setiap objek memiliki satu kata nomor unik. Prinsip stabil berarti bahwa
kata-kata jumlah tersebut harus tetap dalam konteks yang sama setiap dihitung.
Prinsip kardinalitas yaitu mengacu pada nomor terakhir yang dihitung untuk
mewakili jumlah total objek dalam satu kelompok. Prinsip ketidakrelevan bahwa
berhitung dapat dilakukan dalam urutan apapun asalkan semua benda dihitung.
Selanjutnya prinsip abstarksi berarti ketika menghitung, semua keempat prinsip
sebelumnya harus diterapkan.
Aktivitas berhitung
yang dilakukan sebagai cara agar ide abstrak bilangan dapat dimodalkan sehingga
anak menjadi lebih tahu tentang angka-angka dan hal-hal yang terkait dengannya.
Pendekatan dengan menggunakan materi konkret dan gambar harus secara intensif
dilakukan ditingkat awal, sebelum selanjutnya anak-anak masuk ke dunia
angka-angka (abstrak).
Menurut Suyanto berhitung sangat penting dalam
kehidupan. Pada mulanya anak tidak tahu bilangan, angka, dan operasi bilangan
matematis. Secara bertahap sesuai perkembangan mentalnya anak belajar
membilang, mengenal angka, dan berhitung. Anak belajar menghubungkan objek
nyata dengan simbol-simbol matematis. Sebagai contoh, sebuah jeruk diberi
simbol dengan angka 1 dan dua buah jeruk diberi simbol dengan angka 2. (pustakapaud.blogspot.com, 2017 : 05)
Tahapan dan Prinsip Kemampuan Berhitung Permulaan (Depdiknas 2007 :7-8) menjelaskan ada tiga
tahap dalam penguasaan berhitung anak yaitu :
a.
Tahap penguasaan konsep
Dimulai
dengan mengenal konsep atau pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan
benda-benda yang nyata. Pada tahap ini anak akan berekspresi untuk berhitung
segala macam benda yang ada disekitarnya.
b.
Tahap transisi
Tahap
ini merupakan tahap peralihan dari pemahaman benda secara kongkrit dengan ke
pemahaman secara abstrak.
c.
Tahap pengenalan lambang
Setelah anak mampu memahami sesuatu
secara abstrak, maka anak dpat dikenalkan pada tahap penguasaan terhadap konsep
bilangan dengan cara menyelesaikan soal.
1)
Pengenalan Dini Kemampuan Berhitung
Pengenalan dini perlu dilakukan untuk menjaga
terjadinya masalah kesulitan belajar karena belum menguasai konsep berhitung.
Kesenangan anak dalam penguasaan konsep berhitung dapat dimulai dari diri
sendiri ataupun ransangan dari luar seperti permainan-permainan dalam pesona
matematika (permainan tebak-tebakan, kantong pintar dan mencari jejak).
Ciri-ciri
yang menandai bahwa anak mulai menyenangi permainan berhitung antara lain :
1.
Secara spontan telah mennunjukkan ketertarikan
pada aktivitas permainan berhitung
2.
Anak mulai menyebut urutan bilangan tanpa
pemahaman
3.
Anak mulai menghitung benda-benda yang ada
disekitarnya secara spontan
4.
Anak mulai membanding-bandingkan benda-benda dan peristiwa yang ada
disekitarnya
5.
Anak mulai menjumlahkan atau mengurangi angka
dan benda yang ada disekitarnya tanpa disengaja.
2)
Tujuan Permainan Berhitung Bagi AUD
Secara
umum permainan matematika pada pendidikan anak usia dini bertujuan agar anak
dapat mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung dalam suasana yang menarik,
aman, nyaman dan menyenangkan, sehingga nantinya anak akan memiliki kesiapan
dalam mengikuti pembelajaran matematika yang sesungguhnya di sekolah dasar.
Secara
khusus permainan matematika pada anak usia dini bertujuan agar anak dapat
memiliki kemampuan berikut, yaitu :
a)
Dapat berfikir logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan
terhadap benda-benda kongkrit, gambar ataupun angka yang terdapat disekitar
anak
b)
Dapat menyesuaiakan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat
yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung
c)
Dapat memahami konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan
kemungkinan urutan suatu peristiwa yang terjadi disekitarnya
d)
Dapat melakukan aktifitas melalui daya abstraksi, apresiasi, serta
ketelitian yang tinggi
e)
Dapat berkreatifitas dan berimajinasi dalam menciptakan sesuatu secara
spontan
3)
Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif dalam Berhitung
Faktor yang
mempengaruhi perkembangan kognitif adalah sebagai berikut :
1)
Faktor
Hereditas/Keturunan
Teori hereditas yang
dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer. Berpendapat bahwa manusia
lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi
lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak
dilahirkan, sejak faktor lingkungan tak berarti pengaruhnya.
Para ahli psikologis
Loehlin, Lindzey, Spuhler berpendapat bahwa taraf intelegensi 75-80% merupakan
warisan atau faktor keturunan.
2)
Faktor
Lingkungan
John Locke berpendapat
bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa. Menurut pendapatnya
perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya. Perkembangan
taraf intelegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang
diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
3)
Kematangan
Tiap organ fisik
maupun psikis dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia
kronologis (usia kalender).
4)
Pembentukan
Pembentuka adalah
segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
intelegensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja
(sekolah/formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam
sekitar/informal). Sehingga manusia berbuat intelijen karena untuk mempertahankan
hidup ataupun dalam bentuk penyesuaian diri.
5)
Minat
dan Bakat
Minat mengarahkan
perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Apa
yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih
baik lagi. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi
yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat seseorang
akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Artinya seseorang yang memiliki bakat
tertentu maka akan semakin mudah dan cepat ia mempelajari hal tersebut.
6)
Kebebasan
Kebebasan, kebebasan
yaitu kebebasan manusia berfikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa
manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan
masalah-masalah, juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.
3. Tahapan Berhitung AUD
Beberapa tahapan aktivitas berhitung yang dikemukakan Fatimah
(2009: 10) diantaranya:
a. Pengenalan jumlah
Pada tahap ini, menghitung sejumlah benda yang telah dilakukan
secara bertahap; 1 sampai 6; 6 sampai 9; 1 sampai 10; dan seterusnya,
b. Menghitung secara rasional
Dalam hal ini, anak disebut memahami berhitung apabila dapat
(1) Menghitung benda sambil mengurutkan nama bilangan, (2) Membuat
korespondensi satu-satu, (3) Menyadari jumlah terakhir yang disebut
mewakili total/jumlah benda dalam satu kelompok
c. Menghitung maju
Yang dimaksudkan dalam tahapan ini yaitu menghitung dua kelompok
benda yang digabungkan dengan cara:
1.
Menghitung semua, dimulai dari
benda pertama sampai benda terakhir
2.
Menghitung melanjutkan
3.
Menghitung benda dengan cara
melanjutkan dari jumlah salah satu kelompok.
4.
Hal ini dapat dilakukan bila
anak sudah dapat membedakan kelompok yang lebih banyak dan lebih sedikit dengan
baik
B.
Hakikat Bermain dan Permainan AUD
1.
Pengertian
Bermain
Dunia anak adalah
dunia bermain. Bermain merupakan suatu kegiatan yang dapat menstimulasi
kegiatan dan perkembangan kognitif, psikososial, fisiologis, dan bahasa serta
komunikasi.
Bermain merupakan
seluruh aktivitas anak termasuk bekerja kesenangannya dan merupakan metode
bagaimana mereka mengenal dunia. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi
merupakan kebutuhan anak seperti hanya makanan, cinta kasih (Soetjiningsih,
1995). Tentang bermain, Hurlock (1999) menyatakan setiap kegiatan yang
dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Kategori bermain dibagi menjadi dua yaitu bermain aktif dan pasif
(Hurlock,1999) :
a.
Bermain
Aktif
Dalam bermain aktif, anak memperoleh
kesenangan dari apa yang dilakukannya. Misalnya berlari atau membuat sesuatu
dari lilin.
b.
Bermain
Pasif
Kesenangan yang diperoleh anak dalam
bermain egosentris. Sedikit demi sedikit anak akan dilatih untuk
mempertimbangkan perasaan orang lain, bekerja sama, saling membagi dan
menghargai. Melalui bermain anak dilatih bersabar, menunggu giliran dan
terkadang bisa kecewa karena in pasif berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh
orang lain. Misalnya menikmati temannya bermain, melihat hewan. Bermain jenis
ini membutuhkan sedikit energi dibandingkan bermain aktif.
2.
Manfaat
Bermain
Beberapa manfaat yang
bisa diperoleh seorang anak melalui bermain antara lain (Zaviera, 2008):
a.
Aspek
fisik, dengan mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak
melibatkan gerakan – gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat.
b.
Aspek
perkembangan motor kasar dan halus, hal ini untuk meningkatkan ketrampilan
anak.
c.
Aspek
sosial, anak belajar berpisah dengan ibu dan pengasuh. Anak belajar menjalin
hubungan dengan teman sebaya, belajar berbagi hak, mempertahankan hubungan,
perkembangan bahasa, dan bermain peran sosial.
d.
Aspek
bahasa, anak akan memperoleh kesempatan yang luas untuk berani bicara. Hal ini
penting bagi kemampuan anak dalam berkomunikasi dan memperluas pergaulannya.
e.
Aspek
emosi dan kepribadian. Melalui bermain, anak dapat melepaskan ketegangan yang
dialaminya. Dengan bermain berkelompok, anak akan mempunyai penilaian terhadap
dirinya tentang kelebihan yang dimiliki sehingga dapat membantu perbentukan
konsep diri yang positif, mempunyai rasa percaya diri dan harga diri.
f.
Aspek
kognisi. Pengetahuan yang didapat akan bertambah luas dan daya nalar juga
bertambah luas, dengan mempunyai kreativitas, kemampuan berbahasa, dan
peningkatan daya ingat anak.
g.
Aspek
ketajaman panca indra. Dengan bermain, anak dapat lebih peka pada hal – hal yang
berlangsung dilingkungan sekitarnya.
h.
Aspek
perkembangan kreativitas. kegiatan ini menyangkut kemampuan melihat sebanyak
mungkin alternatif jawaban. Kemampuan divergen ini yang mendasari kemampuan
kreativitas seseorang.
i.
Terapi.
Melalui kegiatan bermain anak dapat mengubah emosi negative menjadi positif dan
lebih menyenangkan.
3.
Jenis
Permainan
Menurut Hetzer dalam
Suherman (2000) macam-macam permainan anak dapat dibedakan menjadi lima macam
yaitu:
a.
Permainan
fungsi
Permainan dengan menggunakan
gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh.
b.
Permainan
konstruktif
Membuat suatu permainan, contohnya
membuat kereta.
c.
Permainan
reseptif
Sambil mendengarkan
cerita atau membaca buku cerita anak berfantasi dan menerima kesan-kesan yang membuat
jiwanya aktif.
d.
Permainan peranan
Dalam permainan ini
akan bermain peran, sebagai contoh berperan sebagai guru.
e.
Permainan sukses
Yang diutamakan dalam
permainan ini adalah prestasi sehingga diperlukan keberanian
4.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Permainan Anak
a.
Kesehatan
Semakin sehat anak semakin
banyak energinya untuk bermain aktif, seperti permainan
dan olahraga. Anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai hiburan.
b.
Perkembangan
motorik
Permainan anak pada
setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja yang akan dilakukan dan waktu bermainnya
tergantung pada perkembangan motorik
mereka. Pengendalian motorik yang baik
memungkinkan anak terlibat
dalam permainan aktif.
c.
Intelegensi
Pada setiap usia, anak
yang pandai lebih aktif ketimbang yang kurang pandai,
dan permainan mereka lebih menunjukan kecerdikan. Dengan bertambahnya usia, mereka lebih
menunjukan perhatian dalam permaian kecerdasan,
dramatik, konstruksi, dan membaca. Anak yang pandai menunjukan keseimbangan
perhatian bermain yang lebih besar., termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan
intelektual yang nyata.
c.
Jenis kelamin
Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan lebih
menyukai permainan dan olahraga ketimbang berbagai jenis permainan yang lain.
pada awal kanak-kanak, anak laki-;aki menunjukan perhatian pada berbagai jenis
permainan yang lebih banyak ketimbang anak perempuan tetapi sebaliknya terjadi
pada akhir masa kanak-kanak.
d.
Lingkungan
Anak dari lingkungan
yang buruk, kurang bermain ketimbang anak lainnya disebabkan
karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan, dan ruang. Anak yang berasal dari lingkungan
desa kurang bermain ketimbang mereka
yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman bermain serta kurangnya peralatan dan
waktu bebas. Ibu yang mempunyai pengetahuan
yang baik akan lebih cenderung memperhatikan kebutuhan bermain bagi anak. Dan akan
memfasilitasi anak dalam bermain karena dengan
bermain secara psikologis kepuasan fisik, emosi, sosial dan perkembangan mental anak terpenuhi
sehingga anak dapat mengekspresikan perasaannya
dan menunjukan kreativitasnya (Suherman,
2000).
e.
Status
sosioekonomi
Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi lebih menyukai kegiatan
yang mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu roda, sedangkan mereka dari
kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal sepertu bermain bola
dan berenang. Kelas sosial mempengaruhi buku yang dibaca dan film yang ditonton anak,
jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya
dan supervisi terhadap mereka.
f.
Jumlah waktu
bebas
Jumlah waktu bermain
terutama tergantung pada ststus ekonomi keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan
waktu luang mereka, anak terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang membutukan
tenaga yang lebih.
g.
Peralatan
Peralatan bermain yang
dimiliki anak mempengaruhi permainannya. Misalnya
dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan purapura, banyaknya balok, kayu, cat air, dan
lilin mendukung permainan yang diutamakan dalam permainan ini adalah prestasi sehingga diperlukan keberanian.
5.
Permainan
Bola Warna
Penelitian
kemampuan berhitung permulaan anak usia dini kelompok A di KB. Pelita Hati
peneliti melakukan penelitian pembelajaran berhitungan dengan menggunakan media
bola warna-warni. Proses
pembelajaran
nantinya anak berhitung dengan menggunakan bola yang sudah ada nomor pada
setiap bola dengan urutan angka 1-10.
Tahapan
dalam pembelajaran berhitung permulaan dengan media bola warna adalah sebagai
berikut :
d.
Tahap pertama,
anak mengurutkan bola warna berdasarkan bilangan angka 1 - 10
e.
Tahap kedua,
anak menjumlah bilangan bola artinya adanya pembelajaran menambahkan angka pada
bola satu dengan yang lainnya
f.
Tahapan ketiga,
mengelompokkan bola sesuai warna
g.
Tahapan keempat,
membilang bola sesuai warna dan jumlah
h.
Tahapan kelima,
mengurutkan bola berdasarkan pola warna
C.
Penelitian
Yang Relevan
1. Ratna
Widyanti (2014) “Upaya
Meningkatkan Kemampuan Berhitung Permulaan Melalui Permainan Tradisional
Congklak Pada Anak Kelompok B Di Tk Kridawita Kecamatan Klaten Tengah Semester
Ii Ta 2013/2014”. Penelitian dilakukan di TK Kridawita
Klaten dengan subyek penelitian 11 anak. Hasil dari penelitian penerapan
permainan congklak untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak, pra siklus 36%,
siklus I 57%, siklus II 82%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan
permainan congklak dapat meningkatkan kemampuan berhitung anak sampai 82%.
2. Suci
Ningsih Wulandari (2015) “Tradisional Penggunaan Permainan Pada Kemampuan Berhitung
Permulaan Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di TK Beringin Raya Bandarlampung Tahun
Ajaran 2014/ 2015.
Penulisan ini menggunakansampel jenuh sebanyak 12 orang anak. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, instrumen penelitian
menggunakan lembar observasi atau pedoman observasidalam bentuk lembar ceklis.
Teknik analisis data menggunaka uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perolehan nilai Z hitung lebih besar dari Z tabel sehingga dapat
disimpulkan bahwa penggunaan permainan tradisional berpengaruh terhadap
kemampuan berhitung permulaan anak.
D.
Kerangka Berfikir
Gambar 2.1
E.
Hipotesis Penelitian
Adapun
hipotesis penelitian ini adalah Meningkatnya
Kemampuan Berhitung Anak Melalui Permainan Bola Warna Pada Kelompok KB Pelita
Hatu Guyangan Bangsri Jepara Tahun Pelajaran 2018/2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar